Comment

Dengan ergonomi sekedarnya—tetikus, papan ketik dan layar eksternal yang ditopang kotak-kotak kardus kemasan—hari ini adalah percobaan pertama saya bekerja dengan posisi berdiri.

Dimulai sejak sekitar pukul 2:30 sore—diselingi rehat entah berapa lama saat menemani istri berbuka puasa—hingga saat tulisan ini ditulis, yakni sekitar pukul 2:00 dini hari, sudah bisa dipastikan bahwa saya telah berdiri lebih dari delapan jam, atau melebihi durasi jam kerja dalam sehari menurut standar kapitalisme populer.

Apabila saya boleh berkesimpulan, ketahanan saya berdiri hari ini barangkali dipengaruhi oleh satu hal utama yang sangat krusial, yakni musik. Alih-alih menggunakan earphone, seharian ini saya menancapkan speaker pada jack audio komputer jinjing  saya lalu memutar musik dengan volume yang—kemungkinan besar—diatas rata-rata. Sehingga saya bisa menikmati waktu yang saya lewatkan serupa dengan kondisi seorang penggemar musik yang betah berlama-lama berdiri saat menonton mendengarkan sebuah konser musik.

Atau mungkin saya adalah seorang masochist, karena—setelah berjam-jam berdiri—sebentar lagi saya akan bersiap-siap pulang ke rumah dengan mengendarai sebuah sepeda lipat dengan sepasang ban yang hanya berdiameter 16 inci saja.

Text

… loading Disqus comments