Saya tidak percaya dengan institusi, dimana semuanya akan terjebak diantara himpitan birokrasi dan hanya akan melahirkan teknokrat yang fokusnya hanya akan ke produk saja. Kita manusia, tidak bisa diperlakukan seperti itu. Sebagai manusia kita memiliki sensibilitas, kita gunakan saja itu.
Harus ada kesadaran untuk berani keluar dari tuntutan kehidupan yang cukup dictatorship ini. Seperti dimana kita misalnya selepas lulus harus segera mencari pekerjaan, padahal kita harusnya berani untuk menciptakan pekerjaan. Kesadaran seperti ini tertutupi oleh tuntutan kehidupan yang keras. Stimulasi untuk membuka wawasan ini bisa dimulai dari individu, tak usah membicarakan secara kolektif dulu. Ini agak berat untuk dilakukan, tapi bisa sebenarnya dijalankan.
Irwan Ahmett.
… jika bicara seni dan budaya, sebenarnya ada pembahasan yang panjang. Mengenai sejauh mana sistem ini akan terus berjalan. Karena butuh energi yang besar untuk menggelar acara seni.
Belum lagi mengenai konten, sebenarnya konten seni kontemporer di Indonesia masih agak jauh untuk bisa dikatakan telah memiliki kualitas yang ideal. Seniman disini masih belum bisa menangkap semangat zaman melalui karya-karyanya. Bahkan, banyak juga seniman Indonesia yang sikapnya seperti selebritas saja.
Irwan Ahmett.
Bagi saya estetika tidak penting. Kenapa saya tidak mau memusingkan estetika, latar belakang saya adalah desain grafis, kalau saya terpaku pada masalah estetika, maka saya tidak akan kemana-mana. Stuck.
Estetika hanya kemasan. Dan saya tidak tertarik untuk hanya bermain di level kemasan. Saya jauh lebih tertarik untuk mengeksplor konsep. Kalau konteksnya masyarakat, bahkan di seni tradisional Indonesia, selalu ada ide besar, bahkan ide luar biasa dibalik setiap karya seni tradisi. Misalnya kita lihat wayang, estetikanya ya seperti itu. Tapi kalau kita lihat filosofinya, itu gila, mulai ngomomongin masalah kekuasaan, masalah fundalmental kemanusiaan segala macem. Banyak orang berhenti di tataran estetika tanpa menggali filosofinya. Saya pribadi memilih untuk berfokus pada sisi lainnya.
Irwan Ahmett.
Saya sendiri sekarang tidak terlalu peduli pada dampak. Bodo amat. Prinsipnya saya hanya mengerjakan apa yang saya ingin kerjakan. Karena biasanya kalau fokus pada dampak, pandangan jadi tak lagi objektif. Kalau kadang ada karya saya yang ternyata beririsan dengan publik tertentu itu hanya efek sampingan yang tidak terlalu saya perhatikan. Bagi saya yang paling penting adalah tentang kemurnian gagasan saya. Irwan Ahmett.
Dalam berkarya, saya hanya menggunakan sensibilitas untuk menggali topik atau tema. Ketika saya melihat adanya ketidakberesan, radar saya akan berjalan. Sebenarnya yang berjalan disini bukan sensibilitas seni, tapi sensibilitas saya sebagai manusia. Cuma mungkin, artikulasi saya dalam menyampaikan itu lewat seni. Irwan Ahmett.
… kalau dilihat lebih jauh, sekarang juga muncul kemungkinan-kemungkinan baru untuk keluar dari sistem dan menciptakan konten sendiri. Terkadang, orang tidak mau berpikir kritis karena dengan menjadi kritikal, posisi mereka akan terancam. Ini cukup disayangkan. Irwan Ahmett.
Manusia, dimanapun, hidup di dalam kekangan sistem. Misalnya, seorang kelas menengah untuk membeli rumah harus kredit 30 tahun, itu energinya akan habis disitu. Kita dipaksa untuk menyerah dengan sistem. Contoh lain, komuter line diperbaiki supaya kita bisa kerja terus, ini buat apa sebenarnya? Akhirnya malah angka stress meningkat, hubungan antar anggota keluarga semakin renggang, nilai-nilai keluarga semakin hilang. Semua kini mulai tak mampu untuk menghargai sebuah hal yang tak ternilaikan. Semua dihitung secara materi. Padahal sebenarnya, saya sangat sepakat dengan konsep klasik yang menyatakan bahwa hal terbaik di dunia adalah hal-hal gratis, seperti pertemanan. Kehidupan yang demikianlah yang semakin memancing pola pikir kritis saya. Irwan Ahmett.
Melalui seni, kita memiliki kesempatan untuk melakukan pembahasan terhadap berbagai hal, termasuk mengenai ekonomi, sosial dan segala macam persoalan. Sayangnya, luasnya ruang lingkup pembahasan seni yang sedemikian luas masih jarang terjelajahi. Banyak mungkin karya seni yang sukses pada level tertentu, tapi gagal dalam menampilkan gagasan yang radikal. Irwan Ahmett.
Tentang pendistribusian karya, sekarang berkembang model-model pemasaran dalam seni rupa. Seperti adanya artist management, jualan dan segala macamnya. Sebenarnya ini tidak apa-apa, tapi saya tidak melihat pola yang demikian sesuai dengan saya. Menurut saya, jika memang tujuan berkarya cuma mau jualan, mendingan bisnis properti saja. Irwan Ahmett.
Untuk membicarakan konsep seni ini, kita harus melihatnya dari tiga sudut pandang. Yang pertama adalah tentang gagasan, kedua masalah medium, dan ketiga adalah bagaimana karya itu mendistribusikan sesuatu. Bagi saya, adalah penting untuk memiliki gagasan yang sifatnya kritis, dalam artian dalam penciptaan konsep seni, kita sebagai seniman tidak hipokrit. Jadi seniman tidak hanya mengangkat isu-isu yang semata-mata menjual, sensasional, seksi, atau superficial. Supaya karya yang dihasilkan tidak kemudian berjarak dengan kenyataan. Seniman harus berani untuk memilih laku atau lakon yang akan diperankan oleh karyanya, termasuk di dalamnya mengenai segala konsekuensinya. Saya melihat seni sebagai jalan hidup. Melalui seni saya melihat dan menggambarkan kehidupan. Irwan Ahmett.